Salah satu program unggulan sekolah, yaitu Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Di SMPN 1 Sampang, GLS seperti magnet bagi siswa. GLS dapat menarik minat siswa untuk menumbuhkembangkan bakat dan minatnya, termasuk dalam bidang “Menulis”. Salah satu siswa kelas IX-I mencoba keterampilannya untuk menulis cerpen agar dapat menjadi latihan bagi dirinya dan juga dapat dinikmati oleh penikmat cerpen.

Yuk, kita nikmati buah karya, RADHO WARITS RISQULLAH.

(WD)

 

Langit Tak Selalu Mendung

Kala itu, sore menyapa kota dengan penuh hangat. Tampak Farel dengan begitu tenangnya berada di teras rumah. Begitu tenang seolah tak ada yang dipikirkan. Anak yang dikenal sebagai murid pemals itu berusia 13 tahun. Dia duduk di bangku kelas 7 SMP. Seringkali dia lupa membawa buku Pelajaran. Termasuk saat guru ingin memeriksa pekerjaan rumah seluruh murid di kelas. Akan tetapi Farel tidak pernah sekalipun lupa membawa Al-Qur’an miliknya. Saat jam pelajaran kosong, Farel tidak membuka buku pelajaran melainkan ia membuka Al-Qur’an.

Suatu hari, Farel pergi ke sekolah melewati gang sempit. Sepatu yang dia pakai selalu kotor saat melewati gang tersebut, sehingga saat tiba di sekolah, sepatunya pasti bau. hal ini terjadi karena sepatunya terendam air yang sudah tercampur pasir. Farel selalu dibuli saat di kelas, bahkan teman-temannya enggan untuk berdekatan dengan dia karena melihat penampilan Farel yang buruk.

Tetapi berbeda dengan salah satu temannya yaitu Iqbal. Iqbal adalah murid terpandang di sekolahnya. Dia sering ikut lomba dan selalu juara 1.

Semua temannya kebingungan saat Iqbal menjadi teman dekat Farel. Iqbal tidak memperdulikan cemooh dari teman-temannya. Dia tahu rasanya tidak punya teman seperti yang sedang Farel rasakan saat ini. Dia selalu membantu Farel di kala butuh.

Hingga suatu ketika, saat Iqbal pergi ke kantin dia melihat Farel sedang dibuli oleh kakak kelas yang sangat membenci dirinya. Iqbal yang marah langsung mendatangi mereka dan berkata, “HEH …!! Lu ngapain ganggu dia?!! Pergi Lo atau Aku kasih tahu guru.” Para pembuli yang mendengar hal tersebut langsung berlari kocar-kacir.

Farel tersenyum kepada Iqbal dan berterima kasih padanya, “Terima kasih Iqbal, kamu sudah membantu aku mengusir mereka. Eh, iya, Aku mau nanya nih, tadi pembulinya kok bisa setakut itu sama kamu? Padahal kamu lebih muda dari mereka.”

“Ooo ituu, jadi Farel, mereka takut sama aku karena aku Golden Kids dari sekolah ini.” jawab Iqbal dengan ramah.

“Golden Kids?? Apa itu Golden Kids, Bal?” tanya Farel penasaran.

“Jadi Golden Kids adalah sebuah sebutan yang biasa didapatkan oleh siswa yang berprestasi, Farel. Kamu juga bisa kok jadi Golden Kids, tapi perjuangannya gak main-main,” jawab Iqbal.

“Ooo …. okey Iqbal, Aku sekarang sudah tau apa itu Golden Kids” jawab Farel dengan bangga.

Setelah kejadian itu, Farel jadi tau apa itu Golden Kids dan sedikit termotivasi untuk menjadi Golden Kids seperti Iqbal sahabatnya, tetapi dia sadar bahwa dirinya hanya siswa biasa yang tidak punya kelebihan sama sekali. sehingga dia mau mengubur semua mimpinya yang ingin menjadi Hafiz Qur’an.

Saat di rumah, Farel bercerita kepada ibunya bahwa dia ingin menjadi anak yang berprestasi. Ibu yang mendengar hal tersebut langsung menyemangatinya dan mendoakan supaya mimpinya bisa tercapai sepenuhnya.

Malam pun tiba, Farel bersiap-siap untuk pergi beribadah ke masjid di dekat rumahnya. Tak lupa dia berpamitan kepada orang tua dan memberi salam sebelum berangkat ke masjid. Saat sampai di masjid Farel bertemu teman lamanya, yaitu Nabil, saat SD Farel dan Nabil adalah teman yang sangat akrab, tetapi saat lulusan sekolah mereka tidak ada komunikasi sama sekali, hingga saat itu mereka bertemu secara tak langsung di masjid.

Farel pun menyapa Nabil, berharap dia masih kenal dengan dirinya. Tanpa dia sangka ternyata Nabil masih mengenalnya. Sebelum pergi, Farel berbincang-bincang sebentar dengan Nabil tentang kehidupannya sekarang, tak lama Farel terkejut karena Nabil sudah menjadi hafiz Qur’an. Dia merasa iri karena itu adalah mimpinya selama ini. Namun, dia sadar bahwa rasa iri adalah sifat yang sangat dibenci oleh Allah SWT. Setelah berbincang dengan Nabil, Farel memustuskan untuk pulang.

Di rumah, dia merasa termotivasi lagi untuk mengejar mimpinya agar menjadi seorang Hafiz Qur’an. Dia pun terus berusaha. Malam demi malam, hari demi hari, dia mencoba hafalan 30 juz Al-Qur’an. Dia tidak kenal lelah, di mana pun berada Farel tetap menghafal dan berharap semua perjuangannya selama ini membuahkan hasil yang baik untuk dirinya.

Dua bulan berlalu, Farel sudah harus mengurangi waktu menghafalnya karena dia sudah mau ulangan kenaikan kelas agar dia bisa naik ke kelas 8.

Di jadwal pertama ulangan adalah mata pelajaran yang sangat dia sukai yaitu PAI. Dia mengerjakannya dengan cepat, seakan tak ada soal yang sulit baginya. Setelah ulangan guru memberikan pengumuman tentang nilai siswa. Farel mendapatkan nilai yang paling bagus dari teman teman lainnya. Angka 97 adalah angka yang sangat fantastik. Saingan beratnya hanya satu, yaitu Iqbal, sahabat akrabnya. Dia mendapatkan nilai yang tak kalah bagus dari Farel, yaitu 98. Farel kagum saat melihat nilai milik Iqbal.

Enam hari berlalu, ulangan sekolah sudah selesai. Farel mendapatkan peringkat kedua di kelasnya. Farel senang sekali saat mengetahui hal itu. Dia langsung menceritakannya kepada kedua orang tuanya.

Saatnya libur sekolah. Farel mulai focus lagi untuk hafalan Al-Qur’an. Hari-harinya dia lalui dengan membuka Al-Qur’an. Dia sadar semakin sering dia mambacanya semakin cepat juga untuk dia menghafal.

Hari libur sekolah pun telah usai, Farel berangkat sekolah seperti biasa melewati gang sempit dekat rumahnya. Saat tiba di sekolah, dia mencari kelasnya yang berada di lantai 2.

Saat tiba di kelas, alangkah senangnya dia saat mengetahui bahwa dia satu kelas dengan sahabatnya, yaitu Iqbal. Mereka sangat bahagia sekali dan memutuskan untuk duduk Bersama.

Tiga bulan setelahnya MTs Nusa Kembang 3 mengadakan lomba tahfidz dan mengedarkan poster ke sekolah-sekolah di daerah JABODETABEK.

Farel yang telah melihat poster yang di berikan sekolah tersebut merasa tertarik untuk mengikuti lomba itu, tetapi dia malu sekali, karena dia jarang ikut lomba yang harus bersuara di depan juri, tetapi Iqbal berkata “Sesungguhnya Sebaik-baiknya seseorang yang berprestasi adalah dia yang tidak malu untuk mencoba hal baru”.

Farel yang mendengar hal itu langsung mendaftarkan diri ke panitia lombanya dan berharap dia bisa memenangkan lomba pertamanya ini.

Keesokan harinya, Farel langsung berlatih menghafal Al-Qur’an lebih giat dari biasanya karena dia sangat ingin sekali membahagiakan kedua orang tuanya. Tak lama berselang, Ibu Farel melihat anaknya yang sangat khusyuk hafalan. Dia bertanya kepada Farel dengan nada lembut. “ Nak, kamu kok khusyuk banget ngehafalinnya? Ada apa??”

“Tidak apa-apa, Bu, aku hanya latihan untuk lomba di hari Minggu,” jawab Farel nada yang sangat lembut.

“Mau Ibu bantu?” tanya ibu khawatir.

“Tidak usah, Buu … aku bisa sendiri kok …,” jawab Farel.

Ibu pun langsung pergi keluar dari kamar Farel.

Hari demi hari Farel gunakan hanya untuk menghafal dan berdoa supaya bisa membuahkan hasil yang manis.

Hari minggu pun telah tiba, Farel pergi ke tempat perlombaan diadakan bersama guru pendampingnya yaitu Bapak Iwan. Mereka berincang-bincang sambil menunggu nama Farel dipanggil untuk tampil.

Bapak Iwan memberi semangat kepada Farel dan sebelum tampil dia memfoto Farel dan mengrimkan ke grub masing-masing kelas untuk memberi semangat kepada Farel.

Nama Farel pun dipanggil oleh juri, tanpa ragu dia langsung menjalani lomba pertamanya.

Saat selesai turun dari panggung tangan Farel sangat basah karena terlalu malu.

Pak Iwan yang baik pun langsung menenangkan Farel agar dia tidak merasakan malu lagi.

Setelah itu mereka pulang dan menunggu hasil dari lombanya, Farel yakin kalau perjuangannya bisa membuahkan hasil yang manis untuknya.

Keesokan harinya, Farel tidak sabar ingin melihat hasil lombanya. Hanya saja pengumumannya siang hari. Farel terlihat gelisah, takut, sedih, semua campur aduk jadi satu.

Farel memutuskan untuk tidur beberapa jam. Setelah beberapa jam Farel terbangun. Dia buru-buru melihat hp-nya. Tak disangka apa yang baru dia lihat barusan, rasa bangga, sedih, campur aduk menjadi satu. Farel sudah bukanlah anak biasa, tetapi dia anak yang kuar biasa. Dia mendapatkan prestasi pertamanya, juara 1 Tahfidz tingkat provinsi. Dia bangga. Semua perjuangan yang di lakukan mati-matian bisa membuahkan hasil yang jauh lebih baik,

Dulu dia dicaci-maki, sekarang dia menunjukkan bahwa orang biasa juga pantas mendapatkan prestasi.

Dari semua itu Farel sadar, hidup bukan hanya soal maju tetapi hidup juga butuh perjuangan, pengorbanan, dan juga doa yang selalu dibutuhkan dalam hidup yang sedang dijalani. Dia juga tahu bahwa orang tua juga punya pengaruh yang besar dalam kehidupannya, yaitu sebagai penyemangat di kala ingin menyerah.

Semua itu sudah Farel rasakan. Dia berhak bahagia dengan apa yang dia perjuangkan mati-matian. dia memberi nasihat kepada para temannya bahwa orang yang tidak mudah menyerah adalah orang yang paling berharga dalam hidupnya.